“Masuk Neraka, Siapa Takut !? #SMS Itu Jadi Biang Pertengkaran”



Masuk neraka?, saya takut dan tidak mau, siapa yang ingin disiksa dalam panasnya api neraka, membayangkannya saja sudah membuat gemeteran.

Sempat binggung untuk ikut tantangan dari mas Haryanto, tentang “masuk neraka, siapa takut?”, kenapa temanya harus begitu, serem bacanya juga. Setelah dipahami, ternyata ada nilai-nilai positif yang terkandung dalam sebuah cerita, mudah-mudahan saja dapat membuat kita sebagai manusia cepat sadar, sekecil apapun sebuah perbuatan, bisa saja itu membuat kita mendapat satu voucher bahkan tiket gratis masuk kedalam panasnya api neraka. 

Semoga saja satu cerita saya ini tidak menjadi sebuah dosa baru bagi saya maupun yang membacanya, yang mengakibatkan kita mendapat tiket ke neraka. Dan disini saya hanya ingin berbagi pengalaman saja, tentang sebuah kesalahpahaman.

Tahukan dengan istilah “mulutmu harimaumu”, dimana kita sebagai manusia hendaknya menjaga segala ucapan, tapi saat ini ada istilah baru “tanganmu harimaumu”, hendaknya kita menjaga segala kata yang akan kita tulis, karena itu akan membuat salah paham, kalau pembacanya salah menanggapi.

Itulah yang terjadi pada diri saya beberapa tahun lalu, karena sebuah SMS (short message service) yang saya kirim, yang pada akhirnya menjadi sebuah keributan. Saya merasa sangat bersalah pada suami saya, karena saya kira itu tidak akan jadi masalah. 

Tahun 2008 saya baru lulus menjadi seorang sarjana, waktu itu status saya belum menikah. Karena sudah merasa dekat dengan keluarga besar calon suami, malah sering menyapa lewat pesan singkat, saya pun jadi tidak ragu untuk berbagi cerita bahagia maupun sedih. Tapi saya salah, akibat sebuah pesan singkat, dari ungkapan bahagia saya yang telah menyelesaikan kuliah menjadi awal sebuah pertengkaran. Setelah menerima kelulusan dari sidang skripsi, saya mengirimkan kabar itu lewat sms kebeberapa saudara termasuk salah satu kakak ipar saya (istri dari kakak suami), sms itu berbunyi seperti ini.

“Assalammualaikum......Alhamdulillah teteh..aa..mamang...ua, sekarang saya teh sudah lulus jadi sarjana”

Apa ada yang salah dari ucapan saya di atas?, apakah berita ini menyinggung orang lain?, kalau menurut saya tidak ada, karena semua orang juga memberikan kabar seperti ini pada saudara dan keluarganya. Malah dari beberapa saudara saya yang mendapat kabar ini, sangat bahagia dan senang. 

Tidak ada maksud lain saat saya mengirim berita bahagia itu, bukan pamer, bukan pula mengejek. Tapi itulah hidup, isi dari otak di kepala setiap orang berbeda-beda, pikiran dan prinsip juga sangat berbeda. Maka tidak salah kalau terjadi sebuah kesalah pahaman.

Setelah saya menikah, barulah saya tahu, sms itu telah membuat kakak ipar tersinggung, sampai-sampai suami saya ditegur oleh mertua supaya saya banyak dinasehati. Saya baru sadar telah mendapatkan dosa lagi dari sebuah sms, yang saya kira hanyalah hal sepele. 

Karena smslah kakak ipar sampai mengadu kepada mertua, tentu saja saya dan suami kena marah. Padahal saya menggagap dia “kakak ipar” sebagai orang yang berpikir dewasa, tidak suka mengadu dan bijak. Tapi semakin lama saya malah merasa seperti ada aroma persaingan disini. 

“Assalammualaikum......Alhamdulillah teteh..aa..mamang...ua, sekarang saya teh sudah lulus jadi sarjana”

Kakar ipar merasa tersinggung karena saya mengirim berita pesan singkat seperti di atas, dia merasa saya telah merendahkan pendidikannya yang baru lulus D3, padahal saya tidak bermaksud seperti itu, apalagi sampai merendahkan status pendidikan seseorang, saya bukanlah manusia sombong yang begitu saja merendahkan orang lain, karena keluarga saya pun tidak semua berpendidikan tinggi. Itulah mengapa kita harus menjaga segala kata-kata dan ucapan, baik lisan maupun tulisan. Perlu di ingat pikiran setiap orang itu tidak sama, jadi berhati-hatilah, takutnya sama seperti saya, niatnya baik, malah ditanggapinya salah, kita tidak sadar hal sekecil itu mampu membuat sebuah perpecahan.

Malah setelah kesalahpahaman dari sms itu, saya dan suami sering terpojok, kami disalahkan, dan itu menjadi awal keributan dari seorang adik dan kakaknya. Akhirnya karena tidak ingin berkepanjangan dan menambah dosa baru, saya serta suami memilih untuk mengalah, meminta maaf dan mengakui kesalahan, biarpun kita tidak merasa bersalah.

Adakalanya saat kita mengalah, tapi masih dipojokkan, baik dari sikap, perilaku maupun ucapan membuat kita serasa ingin menangis. Disini sebagai manusia, saya dan suami harus berbesar hati, menerima semuanya dengan lapang dada. Selama satu tahun lamanya saya tidak pernah disapa kalau bertemu dia, biarpun menyapa duluan tidak ada balasan, padahal sebagai seorang muslim diharamkan baginya untuk memutuskan silahturahmi lebih dari “3 hari”. Dosa besar baginya kalau memutuskan tali silahturahmi dengan saudara, kerabat maupun sahabat yang kita kenal.

Dari sana saya menyadari kalau seseorang sudah tersinggung, akan sulit untuk memaafkan. Biarpun dimulut memaafkan, tapi belum tentu dalam hatinya, mungkin saja masih ada rasa marah, kesel dari dasar hati yang paling dalam sekali. Ya itu tadi setiap manusia berbeda, karena tidak semua seperti itu.

Semakin hari, saya semakin hati-hati dalam mengirim pesan singkat lewat sms, baik keteman maupun saudara, saya akan membaca pesan itu sebanyak 3 atau 4 kali sebelum akhirnya pesan itu di kirim. Saya takut berbuat salah lagi, yang akhirnya membuat dosa semakin menumpuk, bisa-bisa kunci pintu neraka saya dapatkan “audzubillah...ih sereeemmm...jangan sampe”.

Awalnya saya ingin melempar handphone itu dan tidak memakainya, tapi tidak jadi, sayang beli mahal-mahal JJ...hehehe. Biar bagaimana pun handphone itu alat komunikasi penting bagi saya dan keluarga untuk saling berhubungan serta menjaga silahturahmi. Setidaknya saya semakin berhati-hati menjaga segala ucapan maupun kata-kata yang saya tulis.

Menjaga kata-kata itu bukan saja dari sms, lewat media sosial seperti facebook, twitter maupun blog bisa saja terjadi, bikin status misalnya atau apapun itu ucapan yang kita tulis harus di jaga dengan baik, jangan sampai ada orang yang tersinggung dengan semua ucapan kita.

Semoga saja saya tidak menggulangi kesalahan yang sama, dan semakin menjaga setiap tulisan yang saya buat supaya tidak ada lagi kata “tersinggung dan salah paham”. Dan mudah-mudahan dosa pun berkurang, kunci masuk pintu surga pun datang kepada saya. Amin.


Note : Tulisan “teteh, aa, mamang, ua” (ucapan dalam bahasa sunda).

8 komentar

  1. Kadang-kadang memang seseorang bisa salah mengartikan luapan kegembiraan kita ya, Mbak :)

    BalasHapus
  2. iya mbak Asma...binggung saya kalo sudah seperti itu....

    BalasHapus
  3. kalau saya boleh berpendapat, mbak ngga salah kok. Malahan itu cuma kabar bahagia. Kadang orang lain itu responnya berbeda terhadap sesuatu...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bener mas Sabda Awal....kalau seperti itu kadang kita banyak takutnya ya..."takut menyinggung"..

      Hapus
  4. Alhamdulillah, terimakasih ya sudah berkenan berpartisipasi,

    artikel sudah resmi terdaftar sebagai peserta,

    salam santun dari Makassar :-)

    BalasHapus
  5. mungkin suasana hatinya sedang tidak enak ketika membaca sms itu. karena sms kan gak ada nadanya. jadi tergantung mood orang yang baca.

    follback balik blog ku ya mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin juga ya seperti itu...tapi kalo sebaliknya gimana ya...?hehehe

      Sudah saya follow kemarin...makasih ya

      Hapus

Terima kasih sudah berkunjung. Silahkan memberikan komentar. Mohon maaf link hidup dan spam akan otomatis terhapus.