4 Hal Ini Membuat Saya Senang Menjadi Istri Prajurit TNI


[Lifestyle] Sebagai manusia, kita tidak bisa menolak siapa jodoh kita. Karena Allah SWT sudah mengaturnya. Ada yang pacaran bertahun-tahun, akhirnya berjodoh dengan seseorang yang baru dikenalnya. Atau pacaran dengan pasangan yang berprofesi A, akhirnya berjodoh dengan B. Jadi, jodoh itu memang susah sekali ditebaknya. Dan kita un tidak akan tahu, kapan jodoh itu datang.

Bisa dibilang saya ini menikah terlalu muda, yakni 21 tahun, atau 3 hari setelah lulus kuliah. Saya tidak bisa menolak, karena itu sudah waktunya. Apakah saya menyesal? Tentu tidak, justru saya bahagia, apalagi bertemu jodoh yang saya inginkan sejak dulu, yakni jadi istri Prajurit TNI. Karena saya tidak kesampaian menjadi Tentara Wanita (KOAD atau WARA), maklumlah tidak bisa berenang, deeeuh.

Awalnya saya asal ngomong, dan ternyata menjadi doa, serta dikabulkan. Teman saya tanya begini, "setelah dia (mantan saya yang meninggal dunia) tak ada, kamu ingin menikah dengan cowok seperti apa lis?" Lalu saya jawab saja ingin menikah dengan Tentara. Ternyata uyut dan nenek saya juga ngomong massalah jodoh pada bapak, sewaktu saya kecil. Bahwa saat liswanti sudah dewasa, bakal pacaran dengan Si A, B, atau C, tetap saja nikahnya sama Tentara. Semenjak cita pertama saya tiada, bapak mulai tegas masalah pacaran.

Tak lama, datanglah seorang Tentara ke rumah saya bersama Ibunya. Yang memang sedang mengurus beberapa hal dengan bapak saya. Dasar sudah joodoh kali yak, beberapa bulan kemudian saya dekat dan berpacaran dengannya. Ternyata dia adalah kakak kelas saya saat di SMP. 2 tahun pacaran, akhirnya kami bertunangan. Saat berpacaran, kita lebih banyak LDR, maklumlah namanya juga sama Prajurit, bertugas kesana kemari.

Setahun setelah bertunangan, bapak saya meninggal. Dan semenjak itu dia menjadi sosok yang menjaga saya dan mengasuh adik bersama-sama. Waktu bapak ga adakan, ibukan lagi hamil.

Cerita selengkapnya di tulisan ini Adikku
Ilustrasi Dokumen Pribadi (Prajurit TNI AU)
Setahun setelah kebergian bapak, dia menikahi saya, karena waktu itu saya sudah mau lulus kuliah dan niat akan kerja di Jakarta. Ibu juga ga tega saya sendiri di perantauan, akhirnya tahun 2008 saya menikah, setelah 3 hari lulus kuliah. Setelah menikah dengan prajurit TNI, saya merasakan banyak hal, terutama perubahan sikap dalam diri saya. 

Di awal pernikahan kami tidak punya apa-apa. Di rumah pun seadanya, hanya ada tipi, kasur lipat dan perabotan dapur saja. Kami sama-sama niat untuk memulai semuanya dari nol. Sebulan menikah, saya pun langsug bekerja di sebuah Bank daerah Cengkareng, duh kebayang ga seh, tinggal di Timur, kerja di Barat. Apalagi dulu belum ada ojek online, dan berdesak-desakan luar biasa. Tapi, bapak tentara ini selalu setia menjemput istrinya, saat pulang malam. Padahal kerjaan dia lebih banyak.

Selama menikah hampir 9 tahun, banyak sekali yang kami lalui bersama, dari sedih maupun senang. Dari cacian, hingga hinaan. Tidak sedikit, yang merasa berhak ikut campur dalam pernikahan kami, ngatur ini itu, mencela karena kami tidak punya apa-apa, menghina karena kami jarang pulang. Bukan itu saja, saat 2 tahun belum menunjukkan kehamilan, tak sedikit yang bilang saya ini mandul, tidak sehat. Bagaimana rasanya perempuan di bilang seperti itu? Sangat terasa sakit. Mereka tidak tahu, bahwa saya sedang mengalami massa penyembuhan hati, karena baru keguguran. 

Untunglah saya memiliki suami yang pengertian dan selalu membuat saya tenang dan sabar. Hinaan kanan kiri, terutama dari orang dekat, membuat kami menjadi jauh lebih tenang dan sabar, sehingga mampu mengoontrl emosi. 9 tahun menikah dengan seorang prajurit TNI, 4 hal ini yang selalu membuat saya senang:




1. Saya senang menjadi ibu yang pemberani

Sebagai seorang prajurit, suami sering bertugas, apalagi suami seorang teknisi pesawat. Saya jadi ingat saat pertama menikah dan tinggal di rumah, suami harus jaga selama 2 hari satu malam. Otomatis suami meninggalkan saya, dia sempat khawatir sekali. Karena saya ini tidak bisa tinggal sendiri di rumah, selalu merasa kesepian semenjak bapak saya tidak ada. Kalau sendiri saya sering menangis, atau bahkan melihat hal-hal yang aneh. 

Suami yang tegas, mulai membuat saya memahami, bahwa tidak boleh terus begini. Akhirnya perlahan saya bisa mengontrol diri, dan belajar berani. Sampai akhirnya, saya berani pulang malam sendiri, di rumah sendiri, bahkan ada makhluk halus sekalipun sudah tidak merasa ketakutan. Yang saya takuti hanya satu Allah SWT.

2. Saya menjadi sosok yang mandiri

Dulu di awal pernikahan, saya masih manja, karena pulang kerja aja minta dijemput. Perlahan suami memberikan nasehat, bahwa saya tidak boleh seperti itu terus, karena dia banyak tugas keluar. Akhirnya itu membuat saya sadar, bahwa kita jangan terlalu tergantung dengan suami. Apalagi suami yang memiliki beban pekerjaan lebih banyak. Untuk sekedar pulang sediri saya harus berani. Sejak itulah kemana-mana saya lebih asyik sendiri. 

Bahkan, saat saya hamil dan suami tugas keluar negeri dengan kondisi hamil 7 bulan dan memiliki anak balita. Saya masih bisa melakukan semua sendiri. Dari mulai pekerjaan rumah, ngurus anak, hingga melakukan pekerjaan yang selalu saya lakukan. Pernah waktu itu air kering, setiap hari dengan kondisi hamil, saya angkat air dari rumah sebelah ke rumahku. Itu berlangsung selama suami di luar negeri selama 2 bulan. Terasa sangat lelah, tapi disini saya jadi banyak belajar tentang kemandirian dan menjadi sosok yang kuat.

3. Senang menjadi istri yang semakin hemat

Jujur saja, dulu tuh saya termasuk perempuan yang doyan belanja. Boros banget deh, habis gajian, pasti belanja ini itu. Sedangkan suami itu termasuk yang hemat. Dia tidak ingin saya menjadi istri yang terus menerus boros. Awalnya sseh susah, tapi karena dibarengin dengan niat, sekarang ini, justru banyak teman yang konsultasi kepada saya, bagaimana caranya untuk berhemat.

Saya senang menjadi istri yang semakin hemat dan perhitungan, terserah orang mau bilang saya pelit dan lainnya. Yang penting saya bisa bijak dan cerdas menggunakan uang. Apalagi saya punya 2 orang anak yang ingin masa depannya menjadi lebih baik lagi.

4. Saya senang menjadi istri disiplin

Semenjak jadi istri prajurit saya jadi sosok yang disiplin dengan waktu dan hal lainnya,  padahal dulu doyan banget nyantai dan ngaret.  Suami yang tegas, akhirnya saya menjadi terbawa. Apapun yang saya lakukan harus tepat,  bahkan di rumah.  

Disiplin waktukan dimulai dari diri sendiri.  Saya sudah terbiasa bangun pagi dan menyiapkan segala hal.  Semua mencatat semua hal, dari pengeluaran,  mencatat jadwal kegiatan,  semua demi mengajarkan anak-anak juga untuk mulai disiplin.  Jadi semua dimulai dari orang tuanya.

Itulah 4 hal yang membuat saya senang menjadi istri prajurit. Banyak perubahan yang terjadi di diri saya,  termasuk dalam sikap dan berperilaku.  Banyak hal positif yang bisa saya ambil dari ketegasan suami.  Apalagi kalau soal olah raga.  Biarpun suami sosok yang tegas, tapi saya tahu benar perasaan hatinya. Saat anak sakit, istri kesakitan, dia selalu ada menemani istrinya dan memberikan semangat. Sesusah apapun hidup yang pernah kami alami, dia selalu mengajari saya untuk tidak mengeluh dan tetap semangat. Selama 9 tahun inilah membuat saya menjadi sosok yang berbeda dan penuh kebahagiaan. 

Terima kasih suamiku untuk cinta dan kasih sayangmu. Doaku semoga papa selalu sehat, selamat saat bertugas dan sukses.

22 komentar

  1. Waaah aku baru tau Mbak Lis istri prajurit. Berarti ikut kegiatan sesama istri prajurit juga ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe iya mba. Ikut mba, kalau pas ada acara, tapi ga terlalu sering, soalnya saya ada kerjaan juga hehehe

      Hapus
  2. Wah Mbaaa muda sekali ya waktu married. Tapi kan jodoh nggak boleh di tolak ya Mba. Pamali.
    Alhamdulillah udah 9 th. Aku kebayang Mba gimana mandiirnya Mba. Karena aku juga punya tante yang suaminya sering banget dinas ke luar kota. Dan beer aja, tanteku jadi wanita super yang apa-apa bisa mandiri dan gak tergantung suami.

    BalasHapus
    Balasan
    1. IYa mba jodoh itu ga bisa ditolak, semua sudah diatur sama yang di atas.

      Hapus
  3. Mbaaaaak. Kereeeeen! 😍😘

    Gak kebayang ah pas hamil ditinggal tugas. Trus punya anak kecil harus biasa urus sendiri. Lha wong aku ngurus anaknya kakaknya calonku sehari aja uda puyeng. Wkwkwk 😂😂😂

    Semoga langgeng dan bahagia terus ya, Mbak! Aamiin.

    BalasHapus
  4. 2 fakta yg baru saya tahu dari mbak lis, pertama Jodi (jomblo ditinggal mati) untung bukan jones yakkk, Terus yg kedua ternyata mbak istrinya tentara. Btw tapi tapi mbak lis nggak nampilin foto suaminya lagi pake baju tentara terus mbak lis pake kebaya gitu biar co cwiit hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku ada itu fotonya di rumah, waktu masih langsing. Hehehe.

      Iya jodi itu ga enak banget ya, alhamdulillah sekarang sudah bahagia

      Hapus
  5. So sweet mba. Semoga samara ya. Wah ternyata istri prajurit. Ada teman yang suaminya prajurit juga,dinas di luar Jawa, setiap 3 bln baru plg. Harus mandiri ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin Ya Allah. Makasih doanya mba. Iya mba harus mandiri, kan suami bertugas, kita istrinya ga boleh cengeng

      Hapus
  6. Aku tinggal deket banget dengan libgkungan tentara (kopasus dan AU)
    Selalu salut melihat para istri tentara ini yang mandiri dan tetap aktif berkegiatan di kesatuan masing-masing
    Juga melihat langsung bagaimana mereka menjaga hati untuk tetap tegar saat para suami dikirim bertugas ke berbagai lokasi termasuk daerah konflik

    Saluuuuuut
    Dan makin kagum sama mbak Liswanti yang sempet2nya ikutan aneka event blogger, mengelola WO dan aneka kegiatan lainnya

    semangat mbaaaak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih mba. Kebetulan aku orangya ga bisa diam mba, jadi suka banget beraktivitas.

      Hapus
  7. Pernikahan yang membawa berkah ya... karena adanya perubahan ke arah yg lebih baik. Semoga langgeng terus sampai kakek nenek :)

    BalasHapus
  8. Empat jempol buat istri tentara. Gak bisa bayangin kalau sy jadi istri tentara, hehehe

    BalasHapus
  9. Ini cita - cita saya yang nggak kesampaian mba hehe, dulu bapak juga ABRI, jadi pengen punya pendamping juga yang ABRI tapi kenyataannya bukan ABRI :)

    BalasHapus
  10. Kakek saya mba TNI juga, disiplinnya bukan main, kemudian mengakar sampe ke anak2nya, akhirnya ya ibu saya disiplin abis, efeknya jd ga bagus juga buat saya, saya jd tertekan g bsa jd diri sendiri. Moga mba nggak gtu ya ke anak2 :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Disiaplin itu penting sebenarnya. Bukan mengekar seh sebenarnya, tapi namanya perhatian kepada anak mba. Saya sendiri memberi kebebasan pada anak, tapi ada satu kali harus tegas, supaya anak tidak lalay dan menjadi anak kuat.

      Hapus
  11. Wah, kereen. Saya punya saudara dan teman yg suaminya kerja di militer. Salut dengan kesetiaan dan tanggung jawab ikut organisasi ini itu, demi karir suami juga, katanya.
    Makasih mba Lis buat sharingnya.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung. Silahkan memberikan komentar. Mohon maaf link hidup dan spam akan otomatis terhapus.