Antara Cinta dan Luka, Ketika Hati Perempuan Menolak untuk Dibagi Sebagai Bentuk Self Love

self-love

Anti Poligami, bukan berarti Anti Agama ya, ini bentuk self love dan prinsip hidup yang tak ingin diduakan. Mohon dipahami sebelum saya melanjutkan bercerita.

Saya lahir dari lingkungan keluarga yang mengutamakan agama, pendidikan dan kesetiaan. Saya lahir sebagai anak pertama yang sangat disayangi Ibu dan Bapak. Biarpun dimanja, tapi tetap di rumah ada beberapa aturan yang dijalankan. Tentu, itu untuk membentuk karakter dan perilaku, serta kemandirian.

Sejak kecil, Ibu, Bapak, Kedua Nenek dan Kakek (karena karena satu lagi sudah tiada) mengajarkan saya tentang ilmu agama, sopan santun, etika dan disiplin. Kalau lagi belajar ngaji sambil main-main, ya kena hukum juga. Namanya juga bocah ya. Biarpun saat kecil, ekonomi belum sebaik di tahun 2000an, saya tidak kekurangan apapun, semua sangat sayang dan menjaga saya. 

self-love
Foto by Canva

Tahu tentang isu father less atau tidak adanya figur Ayah dalam kehidupan seorang anak? Sempat baca dibeberapa artikel, fenomena ini menjadi isu di Indonesia yang kasusnya banyak ditemukan. Dimana fenomena ini didapatkan dari angka perceraian yang makin tinggi di Indonesia. 

Melihat fenomena father less ini, tentu mengajarkan saya untuk menjaga keutuhan rumah tangga, supaya anak-anak di masa tumbuh kembangnya terjaga dengan baik. Saya juga menjadi salah satu anak yang beruntung, bisa mendapatkan kasih sayang penuh dari sosok Bapak, bukan hanya terpenuhi segala kebutuhan pokok, jajan, bahkan selalu mendukung hobi yang saya sukai di bidang seni. 

Dengan lingkungan yang penuh dengan cinta, ajaran agama yang kuat, membuat saya tumbuh menjadi anak perempuan yang sedikit memiliki rasa cemburu dan takut kehilangan orang tersayang saya. Di masa kecil, saat melihat Bapak sedang berkumpul dengan rekan kerja perempuan di sekolah, saya akan menangis dan histeris, gak mau sampai kehilangan sosok Bapak, intinya cemburu padahal mah gak ngapa-ngapain. Sehingga masuk masa remaja dan mengenal tentang cinta, saya sangat anti diduakan alias anti selingkuh. 😆😆. Jadi kalau diselingkuhin, ya bodo amat, saya cari lagi. Begitu prinsip hidup saya di masa remaja.

Cinta dan luka

self-love
Maaf ya pakai foto begini 😂
Ketika saya masuk usia remaja, saya mulai berdoa perihal jodoh di masa depan, ingin yang setia seperti Bapak, yang baik dan bisa membimbing saya sebagai anak pertama yang sedikit kerasa kepala. Eh, memang keras kepala, Scorpio lagi 😂.

Maka, saya berdoa sama Allah SWT supaya dipertemukan dengan jodoh yang baiknya seperti Bapak. Yang utama jodoh saya dapat restu full dari Bapak. Kalau kata Bapak oke, saya menurut, karena Bapak itu selalu tahu mana orang yang baik dan soleh. Biarpun pertemuan kami, berawal dari persahabatan Bapak dan mertua, dan itu terjadi di rumah lagi kenalannya sepulang saya kuliah.

Saat Bapak berpulang, suami menjadi sosok pengganti yang menjaga saya, sampai akhirnya kami memutuskan menikah saat saya lulus kuliah, semua demi ketenangan Ibu, ketika saya memutuskan akan hijrah ke Ibukota untuk bekerja. Semenjak pacaran saya selalu bilang sama suami, bahwa saya anti poligami dan tidak mau ada perselingkuhan dalam rumah tangga. Tentu suami menyetujui dan itu dibuktikan ketika kami berumah tangga, sosoknya lebih banyak membimbing saya, menjaga saya, dan bertanggung jawab dalam segala hal. 

Menjadi saksi perselingkuhan dan kekerasan dalam rumah tangga

Merantau di Jakarta tidak semenyedihkan itu, karena di Ibukota saya masih memiliki teman lama yang bisa diajak main. Bahkan sama-sama sudah menikah. Sebelum saya melanjutkan bercerita, saya sudah mendapatkan persetujuan dari beberapa pihak untuk membahas ini, tapi dengan nama samaran ya.

Tahukah teman-teman, bahwa di balik senyum seorang perempuan itu, sering tersembunyi perjuangan batin yang tidak terlihat. Ketika sebuah cinta yang dibangun bertahun-tahun harus dibagi dengan orang lain atas nama poligami, tak jarang bisa meninggalkan luka. Bukan tak taat, bukan hanya cemburu, tapi keinginan yang sangat manusiawi, ingin dicintai secara utuh, oleh lelaki pilihannya.
self-love
Photo by Canva

Kisah Melati

Ini yang terjadi oleh seorang teman dekat, sebut saja Melati, kami berteman saat sama-sama di sebuah sanggar seni, dan kami menikah di tahun yang sama. Waktu saya dan seorang teman lainnya sepakat untuk datang menjenguk Melati yang sedang hamil 34 minggu, kami tidak menduga akan terjadi sebuah peristiwa menyedihkan.

Niat kami silaturahmi, menjenguk teman yang kondisi hamil tua. Awalnya biasa saja, kami bercanda, kami cerita banyak hal dan ngerujak bareng. Sampai akhirnya suaminya datang marah-marah, entah apa yang terjadi, karena semua serba tiba-tiba. Teman saya didorong hingga jatuh, hingga pendarahan. Kami diusir dan dilempar barang, sampai panci kena kepala teman saya. Untung warga sekitar cepat datang dan kami membawa Melati ke rumah sakit.

Jujur saat itu saya kena mental, bahkan sampai saat ini saya sering mengalami anxiety atau rasa cemas, ketika mendengar orang berteriak dan marah. Bahkan teman saya yang kena lemparan panci, harus bulak balik ke psikiater karena depresi selama setahun. Belum lagi saat kami menjadi saksi di pengadilan, sempat ketakutan. Mana saat itu suami lagi tugas luar, jadi lumayan drop saya, asam lambung kambuh terus.

Melati di tahun itu langsung memutuskan berpisah, karena pernikahannya sudah tidak sehat. Dan disanalah kami tahu, bahwa suaminya sudah berpoligami dengan atasannya sendiri, selama 5 tahun. Saat itu melati memilih mengikhlaskan, demi menjaga amanat dari alm mertuanya untuk selalu mendampinginya dalam keadaan apapun. Tapi perilakunya berubah setelah istri keduanya memiliki anak suami Melati, padahal kondisi Melati saat itu lagi hamil juga. Kekerasan mulai muncul dari awal Melati hamil. 

Alhamdulillah sekarang Melati sudah bahagia dengan suami barunya yang selalu meratukannya. Anak dikandungan Melati saat itu selamat kok, biarpun prematur. 
poligami
Phot by Canva
Kisah Mawar

Sebenarnya kisah Mawar ini sangat baru banget. Berawal dari gak sengaja ketemu suami Mawar sama cewek akhir tahun lalu di sebuah hotel tempat saya menginap sama calon pengantin yang akan prewedding. Karena saya tahu itu bukan Melati, ya harus di foto, karena memang sudah curiga. Ngapain coba peluk dan bermanja-manja, ihh keselkan. Mungkin ini sudah jalannya dari Allah SWT juga, untuk saya menolong Mawar. Apalagi orangtua Mawar, kakaknya sudah baik banget sama saya. Saya belajar konsep wedding, dekor, ya dari mereka ini.

Biarpun ini suami Mawar kenalan saya juga, saya tidak pernah berpikir akan seperti itu kelakuannya. Sebagai perempuan dan teman dekat Mawar, saya tak ingin dia terluka. Saya minta bantuan team foto pura-pura berfoto di area mereka duduk. Sampai akhirnya bukti foto saya kirimkan ke kakak mawar, karena saya gak sanggup jelasinnya.

Kok bisa tahu itu bukan Mawar? Biarpun mereka duduk membelakangi saya, udah ketahuan dari postur tubuhnya, dan cewek itu gak berhijab. Dan filling saya sebagai perempuan dan Ibu sangat kuat, mana laki yang lagi mendua. Tahu gak gimana kagetnya mereka keesokan harinya saat bertemu saya saat sarapan pagi? Saya sih cuek saja, pura-pura bodoh, dia mah pucet dan gelagapan, kayak ketahuan lagi maling. Dia cuma bilang "eh Lis kok ada disini?", dijelasin aja lagi ada klien prewedding.

Singkat cerita semua berlalu, lebaran juga saya sempat bertemu Mawar di Garut, tapi tidak ada suaminya, disitulah dia cerita banyak hal. Dan gongnya kemarin Minggu pagi, tiba-tiba, suami Mawar chat mau ke rumah ketemu saya dan suami. Dia ngomongnya datang sama Mawar. Bela-belain tuh saya ke pasar habis olahraga, biarpun sempet keracunan makanan, tapi demi teman, saya ingin menyambut mereka. 

Di siang hari, lagi tenang masak, eh ditelpon seorang temen di grup yang sama dengan mereka, dia bilang supaya jangan menerima kedatangan suami Mawar, karena curiga punya maksud lain. Dan menginformasikan bahwa posisi Mawar kemarin diopname. Itu artinya suami Mawar bohong sama saya.

Karena suasana hati gak baik, sedikit emosi, mana lemas keracunan makanan, saya telpon dia, dan dengan jujur, saya menolak kedatangannya dengan perempuan lain. Dia marah, karena merasa sudah jauh-jauh mau mampir sebelum lanjut ke Jombang. Dia bilang saya sombong lah, gak paham agama bahwa silaturahmi penting, dan bahasa binatang keluar semua. Tentu saya bodo amat. Dia ngoceh terus di grup, nyindir di status WA, sampai akhirnya dia bikin akun baru, karena gak berani pake akun asli, cuma buat ngomong begini doang.
Poligami

Yang paling nyebelin, mana bawa-bawa alm guru saya. Asli gak enak banget. Saya tidak akan pernah membenarkan perilakunya. Dan saya tetap pro kepada istri sah.

Menolak Poligami sebagai bentuk Self Love

self-love
Jalan-jalan juga sebagai bentuk self love

Dari kisah kedua orang terdekat, saya semakin teguh pada prinsip, menolak poligami sebagai bentuk self love. Karena menolak poligami sebagai seorang perempuan bukanlah bentuk pembangkangan atau tidak paham agama, melainkan bentuk self love, pilihan sadar untuk bisa menjaga hati, menjaga kesehatan mental dan martabat diri. Dalam dunia yang sering kali menuntut perempuan untuk "ikhlas tanpa batas", penting sekali bagai kita untuk mengakui bahwa mencintai diri sendiri juga berarti, kita bisa berkata "saya tidak ingin diduakan".

Biarpun lingkungan saya paham agama, tapi tidak ada yang poligami, tidak ada yang selingkuh, semuanya setia sama satu perempuan, jadi wajar dong saya menolak poligami. Saya ingin ikut seperti orang-orang kesayangan saya. Biarpun sejak sekolah, saya bisa melihat bagaimana keharmonisan yang berpoligami, rukun antara istri kesatu dan kedua, anak-anaknya akur, bahkan saat mau lulus sekolah ada seseorang yang mengajak berpoligami, sekaya apapun saya tidak mau. Karena doa saya dari masa remaja "pengen punya suami yang karakternya seperti Bapak". 

Kalau praktek poligami bisa dijalankan dengan benar, adil, memiliki komitmen yang kuat, komunikasi yang baik, dan saling pengertian, pasti bisa berjalan harmoni. Tapi, dari kasus Melati dan Mawar, malah berakhir dengan konflik, ketidakadilan, kekerasan, toxic, dan tidak bertanggung jawab. Suami Melati dan Mawar berpoligami itu karena nafsu. Ngomong saja bawa-bawa surga, tapi dia menciptakan neraka di rumahnya sendiri.

Dulu saya kira sering berdebat sama suami Mawar di grup, karena dia juga anak dari orangtuanya yang poligami. Tapi ternyata, memang dia sudah memiliki keinginan, biarpun awal nikah dengan teman saya selalu bilang "saya tidak akan pernah menyakiti hati perempuan, karena saya selalu ingat sakitnya Ibu saya", ternyata semua palsu. Apalagi kalau perempuannya lebih seksi, tergoda jugakan. Emang dasar gak setia aja itu mah.

Sebagai seorang perempuan saya memiliki hak untuk menolak berbagi dalam sebuah hubungan. Ini bukan bentuk egoisme, melainkan self love, dan penghargaan terhadap nilai diri. Pernah mendengar seseorang bilang begini disebuah forum "perempuan yang memilih untuk menjaga eksklusivitas cintanya, sedang memperjuangkan ruang aman bagi diri sendiri, ruang dimana ia dihargai, dicintai, didengar, dan diprioritaskan".
self-love
Photo by Canva
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan ketika hati menolak diduakan, sebagai bentuk self love. Ini rangkuman dari beberapa kegiatan, workshop, konseling dan artikel-artikel kesehatan mental:
  • Sebagai perempuan kita harus menyadari, bahwa kita berhak untuk dicintai secara penuh, dan tidak berbagi.
  • Sebagai perempuan kita harus tumbuhkan kesadaran bahwa harga diri tidak ditentukan oleh status, melainkan cara kita mencintai dan menghargai diri sendiri.
  • Sebagai perempuan kita harus bisa sampaikan dengan tegas, bahwa diri dan hati tidak siap untuk berbagi.
  • Setiap perempuan harus bisa membangun batasan emosional yang sehat dengan pasangan.
  • Penting menjaga kestabilan emosional. 
  • Kita sebagai perempuan harus bisa membangun kepercayaan diri dan kemandirian.
  • Harus memiliki keberanian untuk mengakhiri, ketika ada tekanan dalam sebuah hubungan.
  • Buat keputusan dengan tegas sebagai perlindungan diri, untuk memilih jalan yang lebih sehat dalam sebuah hubungan.
  • Usahakan untuk kita sebagai perempuan merawat diri secara fisik, mental dan spiritual. Konsumsi makanan sehat, istirahat yang cukup dan fokus untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
  • Hargailah me time sebagai momen refleksi.
Ingat ya, kita sebagai perempuan berhak untuk menolak dalam hal berbagi. Itu bukan kebencian atau anti agama, melainkan keberanian untuk mencintai diri sendiri dengan utuh. Di antara cinta dan luka, perempuan yang bisa memilih menjaga hatinya, dan menunjukkan bahwa self love bukan sekadar pilihan, tetapi kebutuhan untuk diri ini tetap waras dan bahagia di masa depan.

Bagaimana dengan teman-teman, suka diduakan atau tidak mau diduakan?

17 komentar

  1. Saya selalu berdoa, mudah-mudahan saya dijauhkan dari orang-orang pendukung poligami. Ternyata Tuhan mengabulkan doa saya. Orang-orang yang poligami nggak ada yang mau temenan sama saya. Alhamdulillah..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Toss mba. Kalau aku karena lihat beberapa orang saat sekolah ada yang poligami, jadi terus berdoa supaya punya suami setia sama satu pasangan. Melihat kehidupan. Mereka ada yang benar ikhlas, ada yang pasrah juga. Pernah ada yang deketin, kaya, dan ngajak jadi istri kedua, wiih menolak langsung, gak mau saya menyakiti perempuan lain, sedangkan cowok masih banyak, mana saat itu usia masih 18 tahun. Bahkan ada cowok deketin yang orangtuanya poligami, ku tolak juga, takut ngikutin bapaknya.

      Hapus
  2. Lhaaa berlanjut panjang yah dari status di IG. Itu dia cari pembenaran pake bawa agama padahal poligami itu berat untuk bersikap adil, pun harus izin ke istri pertama loh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukan berat lagi mba. Cerita teman saya itu, bukan mengikuti aturan Agama, itu mah udah selingkuh, malah bahas poligami, udah banyak bohong, gak izin juga. Kan gak sesuai.

      Hapus
  3. Aku pun termasuk yang tidak ingin di duakan, oleh karena itu aku di ceraikan beberapa tahun lalu karena memang beliau ada indikasi ke arah sana dan beliau yang memutuskan menceraikan. Aku legowo saja, meski sempat kena mental juga sih down merasa tidak dihargai dkk.

    Setelah beliau menikah lagi, aku paham. Mengiyakan keinginan beliau cerai karena memang sudah mulai mendua, adalah pilihan terbaik dan saat ini daku berjuang mencintai diri sendiri dengan cara yang lebih baik.

    Terima kasih banyak atas artikelnya yang insightful sekali. Peluk virtual, daku suka dengan ketegasan mba dan batasan yang mba buat. Dari cerita kedua teman mba aku pun turut prihatin dan semoga keduanya kini menemukan kebahagiaan terbaik yang mampu mencintai sepenuhnya tanpa terbagi.

    BalasHapus
  4. Saya serasa lagi baca Tabloid Nova ini teh Lis hehehe, btw pernah baca sih cuma pas cari-cari lagi ayatnya lupa, surat Ar-Rum, kalo poligami itu pengkhususan buat Nabi SAW, dan ada satu hadits juga, ketika Sayyidina Ali kw, izin untuk menikah lagi, Nabi Muhammad marah kepada Ali, dan saat itu pun salah satu konteksnya karena banyak Janda yang ditinggalkan perang makanya diselamatkan oleh Nabi. Jikapun ada ayatnya, tapi berat, karena manusia gak ada yang bisa adil.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tabloid Nova bahas apa kang? Udah lama gak baca tabloid.

      Iya kang, sekarang banyak yg poligami tapi pengennya cari yg lebih seksi, kan asemmm. Berat poligami tuh, terutama dari kata adil.

      Hapus
  5. Klo ada wanita yg mau dipoligami saya mah mangga aja itu sikap pribadi dan mangga aja mau bawa dasar agama juga. Bebas aja. Jd sy juga merasa punya kebebasan utk punya sikap pribadi sebaliknya dan memaknai kebolehan poligami dlm agama itu dg syarat yg sangat berat dan hampir mustahil. Jd klo mustahil adil ya berarti bisa ambil kesimpulan sendiri lah. Mangga orang lain mah dg pemahamannya. sy mah gak mau ah. Booleh dong kan bebas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener teh, yg mau pro silahkan. tapi jangan ajak-ajak, atau jejelin pake agama. Karena kita berhak menolak poligami.

      Hapus
  6. Kita boleh banget punya prinsip kok Teh. Aku pun sama dengan Teh Lis, menolak poligami. Bukan berarti tidak taat tapi aku tidak ingin berdebat juga dengan orang yang mendukung. Silahkan bagi yang mendukung, tapi kalau aku No. Aku miris banget membaca kisah Melati di-KDRT di depan teman-temannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gak sanggup aku lihat temenku di kdrt, sekarang aku kena trauma juga kok mba. sering mengalami kecemasan, apalagi orang ada yg teriak.

      Hapus
  7. Tulisan ini penuh rasa dan pesan yang dalam. Bisa banget jadi bahan renungan tentang arti setia dan keutuhan hati.

    BalasHapus
  8. Poligami itu beraaat teh....Rosululloh saja tidak pernah berpoligami selama dnegan khadijah. Poligami bukan buat main-main. Tanggung jawabnya besar. SAya sendiri pun tak mau dipoligami, bukan menentang tapi yaa daripada...daripada...ah sudahlaah

    BalasHapus
  9. Kayaknya hampir semua perempuan nggak mau diduakan sih, mbak. Ada yang mending cerai deh ketimbang poligami. Tapi buat yang ikhlas pahalanya besar banget ya kalau dalam agama Islam

    BalasHapus
  10. Menurut aku mah tulisan ini kayak tamparan halus buat kita semua. Kadang orang mikir self love itu cuma soal me time, padahal berani bilang “nggak mau dibagi” juga bentuk cinta sama diri sendiri. Karena kalau hati udah luka, nyembuhinnya nggak segampang nyiram bunga tiap pagi. Lebih baik jagain hati sebelum hancur, kan?

    BalasHapus
  11. Di dalam keyakinan saya, ada ayat yang berbunyi bahwa manusia tidak bisa mengabdi kepada dua tuan. Ini berbicara banyak hal. Ya tentang Tuhan dan duniawi, atasan, dan juga pasangan. Tidak akan tercapai keadilan. Yang satu akan diindahkan, yang lainnya akan diabaikan.

    Turut prihatin dengan apa yang terjadi sama mbak Melati, harus sempat hidup bersama suami toksik yang nyaris mengancam nyawa dan bayinya. Itu bisa dilaporkan atas tindakan (percobaan) pembunuhan lho.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung. Silahkan memberikan komentar. Mohon maaf link hidup dan spam akan otomatis terhapus.