Divestasi Freeport dan Perjalanan Panjang Kembali Ke Pangkuan Ibu Pertiwi

Ilustrasi tambang, Photo by Canva


Beberapa waktu lalu telah digelar penandatanganan Head of Agreement (HoA) PT. Freeport Indonesia dalam pengambilalihan saham 51%. Ternyata butuh perjalanan panjang untuk mengembalikan ke pangkuan Ibu Pertiwi. Dan sampai saat ini mejadi pembahasan yang sangat menarik.

Disvestasi untuk kedaulatan

Seperti pada senin lalu (23/7) Kementerian Kominfo menggelar diskusi media Forum Merdeka Barat 9. FMB 9 ini adalah forum untuk menyampaikan kebijakan-kebijakan dan program pemerintah secara mendalam dengan narasumber yang berkompeten sesuai tema-tema yang diangkat. Dan pada hari itu tema yang diangkat adalah tentang “Divestasi Freeport Kedaulatan Tambang Indonesia”, yang berlangsung di Aula Serba Guna Kemkominfo Jalan Medan Merdeka Barat. Dalam forum ini hadir 3 narasumber yakni Bambang Gatot Ariyono selaku Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Rendi Achmad Witular selaku Head Of Corporate Communication PT. Inalum dan Fahmi Radhi selaku Pengamat Ekonomi.

Terus muncullah pertanyaan, apakah pemerintah sudah berhasil mengambil alih saham 51% PT. Freeport Indonesia?

Dalam forum bisa diketahui, bahwa untuk menghasilkan kesepatakan divestasi 51%, nyatanya butuh proses negosiasi yang panjang. Penandatanganan sendiri sudah dilakukan pada 12 Juli 2018 oleh Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin dan CEO Freeport Mcmoran  Ricard Adkerson. Dan pengambilalihan saham PTFI nyatanya belum selesai sampai disitu, masih butuh beberapa tahapan lagi yang harus diselesaikan ppemerintah, sebelum benar-benar memiliki saham 51%.

Namun, dengan adanya penandatanganan HoA ini akan memperjelas kepastian pembelian saham seperti waktu membayar, cara membayar dan tenggang waktu pembayaran. Bahkan dalam HoA ada 3 kesepakatan, seperti:
  • Perjanjian pengikatan jual beli atau sales and purchase agreement (SPA).
  • Share Holders Agreement atau perjanjian kesepakatan antara pemegang saham dengan pemengang saham baru.
  • Exchange Agreement atau pertukaran informasi antara pemegang saham baru dan pemegang saham lama.


Dimana dalam kesepakatan itu salah satu isinya adalah Inalum akan membeli saham Freeport senilai 3,85 miliar dolar AS dengan pembagian 3,5 miliar dolar AS untuk membeli saham Rio Tinto di Freeport. Kemudian sisanya 350 juta dollar AS untuk membeli saham Indocooper di Freeport. Dan HoA ini baru sekedar kesepakatan, serta belum selesai, karena pemerintah Indoesia masih harus menyelesaikan kesepakatan dengan banyak pihak. Kesepakatan dalam HoA juga hal penting, sebab kesepakatan awal HoA menjadi sebuah acuan yang haruss diikuti oleh semua pihak terkait.

Seperti yang diungkapkan Bambang Gatot Ariyono selaku Dirjen Minerba Kementerian ESDM dalam FMB9, bahwa HoA (Head of Agrement) dalam bisnis Internasional HoA biasa. Karena disitu diatur untuk menuju transaksi bagaimana, harganya bagaimana, memang caranya harus begitu, kalau tidak diatur duluan bagaimana. Maka dari itu ada HoA untuk memastikannya dan HoA punya ikatan moral.

Freeport ini beroperasi melalui KK (Kontrak Karya) tahun 1991 yang diperbaharui. Dimana kontrak pertama 1967 masih berbadan hukum asing, hingga akhirnya pada 2017 terjadi perubahan dari KK menjadi IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus).

Dalam UU No. 4 tahun 2009 yang menyebutkan bahwa 5 tahun harus divestasi, dimana diatur menjadi 25%. Hingga akhirnya pemerintah mengeluarkan PP No. 1 tahun 2017 divestasi menjadi 51% yang dikeluarkan pada tanggal 29 Agustus 2017. Maka darri itu, beberapa kebijakan mulai dituangkan dalam IUPK, seperti mendivestasikan 51% saham, membangun smelter, dan ketentuan ada stabilitasi investasi.

Kembali ke pangkuan ibu Pertiwi

Penandatanganan HoA pada 12 Juli menjadi proses awal untuk mengembalikan ke pangkuan ibu Pertiwi, setelah 50 tahun pemerintah Indonesia memegang saham minoritas hanya sebesar 9,36%, sedangkan Freeport memegang saham mayoritas 90,64%. Bahkan royalti yang didapat pemerintah juga sangat kecil, yakni 1-3,5%. Dan setelah setengah abad, akhirnya Indonesia dapat menguasai mayoritas 51% dan itu didapat dengan proses yang sangat panjang. Semoga saja tahap-tahap selanjutnya bisa berjalan dengan baik.

Selain itu, penandatanganan HoA divestasi saham Freeport oleh PT Inalum dan PT Freeport Indonesia merupakan bagian dari implementasi good governance, yakni transparansi, sehingga ketika nanti proses divestasi selesai tidak mengagetkan publik dan menimbulkan kecurigaan. Dan untuk divestasi ini peerintah tidak melibatkan Bank Nasional, agar tidak mempengaruhi nilai tukar rupiah. Karena menurut Rendy transaksi (divestasi) dilakukan di luar dalam bentuk dolar. Jangan lupa, pendaatan inalum itu dalam bentuk dolar PTFI juga dolar, sehingga pendanaan dari bank asing tidak akan menganggu nilai tukar rupiah.


Sejak awal pemerintahan Jokowi JK sudah memiliki tekad untuk mengambil alih Freeport dengan menguasai 51% melalui perundingan yang diwaili Menteri ESDM, Menteri BUMN, dan Menteri Keuangan dengan menawarkan Freeport untuk mengubah KK menjadi IUPK. Awalnya memang menolak, tapi pada akhirnya menyetujui.

Biarpun perjalanan masih panjang, dan masih ada tahapan yang harus diselesaikan. Penguasaan 51% saham Freeport akan memberikan banyak manfaat ekonomi seperti yang diugkapkan Fahmi Radhi selaku pengamat ekonomi. Yakni peningkatan pendapatan dari deviden, pendapatan pajak, dan royalty yang akan ditentukan dari besaran pendapatan tahun berjalan PTFI.  Berdasarkan laporan keuangan tahun 2017 yang telah diaudit, PTFI membukukan Earning After Tax (EAT)sebesar US$ 4,44 miliar, naik dari US$ 3,29 miliar di tahun 2016. Dengan EAT sebesar itu, jangkawaktupengembalian (Pay Back Period) pengeluarandivestasisaham US$ 3,85 miliardiperkirakan selama 3 tahun.

Selain itu, pembangunan smelter memberikan nilai tambah dari pengolahan konsentrat menjadi emas, perak dan tembaga, serta membuka lapangan pekerjaan untuk dipekerjakan di sejumlah smelter yang akan dibangun. Dengan penguasaan mayoritas saham Freeport, tidak hanya akan menandai pengembalian Freeport ke pangkuan ibu pertiwi, tetapi juga mengembalikan kedaulatan negeri kepada negara Republik Indonesia dalam pengelolaan tambang di bumi papua.

Tentunya ini sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 33 yakni Bumi, Air serta isinya dikelola oleh negara dan digunakan sepenuh-penuhnya untuk kemakmuran rakyat. Semoga saja apa yang dilakukan pemerintah, bisa dilancarkan dan rakyat semakin makmur.



1 komentar

Terima kasih sudah berkunjung. Silahkan memberikan komentar. Mohon maaf link hidup dan spam akan otomatis terhapus.