[Kesehatan] Pasti semua sudah tahu tentang penyakit Kusta. Bahkan banyak stigma negatif yang dialami seseorang yang mengidap kusta. Sedih memang, padahal penting banget kita mengenal terlebih dahulu apa itu kusta. Dan saatnya untuk tolak stigmanya, bukan orangnya.
Mengenal Kusta
Beberapa hari lalu ikut serta Talkshow Ruang Publik KBR: Tolak Stigmanya, Bukan Orangnya, dimana tema ini juga sejalan dengan tema Hari Kusta yaitu Mari bersama Hapus Stigma dan diskriminasi Kusta. Acara ini juga menghadirkan 2 narasumber, yakni:
- dr Astri Ferdiana (Technical Advisor NLR Indonesia)
- Al Qadri (Orang yang pernah mengalami Kusta/Wakil Ketua Perhimpinan Mandiri Kusta Nasional)
Dari talkshow ini jadi tahu bahwa di Indonesia, kasus kusta ini masih ada. Dalam 10 tahun terakhir, penemuan kasus kusta cenderung stagnan, yakni di sekitar 16.000 - 18.000 orang. Di akhir Januari ini diperingat sebagai Hari Kusta Sedunia. Tentu di Hari Kusta Sedunia ini bisa menjadi momentum yang baik untuk bisa mengingatkan kepada semua masyarakat di Indonesia, bahwa kusta masih ada di Indonesia dan makin terabaikan.
Bersumber dari artikel yang saya baca di alodokter.com, Kusta atau lepra adalah penyakit infeksi bakteri kronis yang menyerang jaringan kulit, saraf tepi, serta saluran pernapasan. Kusta atau lepra disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini dapat menular dari satu orang ke orang lainnya melalui percikan cairan dari saluran pernapasan (droplet), yaitu ludah atau dahak, yang keluar saat batuk dan bersin.
Penularannya ini mengingatkan akan virus Covid-19, dimana yang tertular bisa melalui droplet. Bahkan yang terkena Covid-19 juga sering mendapatkan stigma negatif. Begitupun dengan penderita Kusta yang sering mendapatkan stigma negatif di kalangan masyarakat, padahal penularannya tidak mudah. Dan seseorang juga tidak akan tertular, karena bersalaman atau duduk bersama. Tapi, banyak stigma negatif di masyarakat.
Stigma ini tentunya membuat penderita merasa enggan memeriksakan diri, sehingga penularan kusta terus terjadi dan kasus disabilitas kusta masih tinggi. Saatnya untuk tolak stigmanya, bukan orangnya. Supaya penyakit ini tidak menular.
Seperti yang diungkapan Bapak Al Qadri sebagai OYPMK (orang yang pernah merasakan Kusta) sejak usia 6 tahun. Sehingga saat dirinya diminta berhenti sekolah karena alasan belum cukup umur. Setelah mengalami Kusta dan diketahui semua orang, perlakuan diskriminasi dirakan Bapak Al Qadri dan keluarga. Sehingga sangat sulit untuk bergaul dengan usia sebaya. Dikarenakan orang tuanya mengetahui bahwa Bapak Al Qadri mengalami Kusta.
Sedih memang melihat masyarakat yang mendiskriminasi terhadap penderita Kusta, tanpa tahu penyakit ini seperti apa penularannya. Karena diskriminasi ini bisa membuat sedih para penderitanya.
Menurut dr Astri, tanda awal Kusta itu sederhana, sehingga orang-orang menganggapnya biasa. Biasa bercak di kulit bisa berwarna merah, umumnya berwarna putih. Penderita yang terkena Kusta, dia tidak akan merasakan apa-apa, dan akan mudah terluka. Dan itu bahayanya disitu.
Selain itu, dr Astri juga menjelaskan tentang NLR (Netherlands Leprosy Relief) satu-satunya organisasi untuk eliminasi kusta, dengan bekerjasama dengan Dinas Kesehatan. Secara Global, jumlah kasus penyakit Kusta di Indonesia ada diurutan ke 3 setelah India dan Brasil. Tahun 2020, masih ada 6 provinsi yang belum bisa mengeliminasi Kusta. Dan ada 98 Kabupaten yang masih menghadapi permasalahan Kusta di daerahnya, terutama di daerah Indonesia Timur, dan provinsi seperti Jawa Timur, Jawa Barat hingga Jawa Tengah ada Kabupaten yang belum berhasil mengatasi Kusta sampai optimal. Sehingga masih banyak sekali daerah di Indonesia yang harus berjuang bisa menekan jumlah kasus Kusta.
Tolak Stigmanya Bukan Orangnya
Perlakuan Stigma ini yang masih melekat sekarang ini. Dimana orang-orang yang menderita kusta, sangat minim mengakui dirinya menderita penyakit kusta, apalagi saat diajak bersosialisasi. Sehingga ini menjadi berat untuk menghapus stigma ini. Harapannya semua orang bersama-sama, memikirkan stigma ini tidak membatasi penderita.
Selain itu, yang mengalami Kusta lebih berat, karena doubel stigma, doubel diskriminasi. Saking tingginya stigma ini, keluarga yang mengalami kusta, banyak perempuan tidak ada yang mau melamar, dan banyak laki-laki yang tidak mau menerima lamarannya. Kusta ini juga dijadikan sumpah, sehingga begitu berat sekali apa yang dialami penderita Kusta.
Apakah penyakit kusta ini bisa sembuh?
Sekarang ini akses pengobatan semakin baik, jadi penderita kusta bisa mendapatkan pengobatan lebih cepat. Sehingga bisa mencegah diskriminasi.
Menurut dr. Astri, Stigma ini masalah yang cukup kompleks, memang dibutuhkan upaya yang cukup komprehensif dan konsisten. NLR pernah melakukan survei di tahun 2020 di salah satu daerah di Indonesia, menemukan bahwa masyarakat dan nakes mau bergaul dengan OYPMK, tapi anehnya mereka tidak mau berinteraksi dekat. Misalnya seperti tidak mau menikahkan anaknya dengan OYPMK, tidak mau OYPMK tinggal di rumahnya sebagai anak kos dan lainnya. Bahkan ada anak dari OYPMK yang ditolak menikah oleh keluarga dari pasangannya.
Untuk mengatasi stigma ini perlu kerjasama. Tapi yang perlu jadi basicnya harus sadar bahwa OYPMK punya hak dasar yang sama seperti kita, dari mulai hak mendapat kesehatan, pendidikan, untuk hidup, kesempatan hukum, berpolitik dan hukum. Ini yang harus dipahami.
Sebagian besar kegiatan NLR itu arahnya ke peningkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat, nakes, hingga tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh agama, untuk menyadari apa itu kusta, dan menyadari mereka punya hak yang sama seperti kita. NLR melakukan strategi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, ada pelatihan, ada kampanye lewat media, seperti talkshow, dan media massa. Selain itu NLR juga mentarget berbagai kelompok masyarakat, tidak hanya nakes dan sektor kesehatan, tapi juga lintas sektor.
Semoga semakin banyak masyarakat yang memahami apa itu kusta, sehingga bisa mencegah stigma negatif dan diskriminasi kepada penderitanya. Apalagi menurut dr. Astri penularannya tidak mudah menular seperti TBC dan Covid. Kusta itu sulit menular, dan proses penularannya lama, bisa 2 sampai 5 tahun. Apalagi Kusta juga bisa sembuh dan mereka punya hak yang sama dengan kita untuk hidup dan sehat.
Sumber tentang Kusta:
- https://www.alodokter.com/kusta
stigma kusta ternyata lebih menyakitkan dibanding penyakitnya ya teh
BalasHapusgara gara stigma pula, penyakit kusta di Indonesia sulit dieliminasi
Jika diketahui apa penyebab Kusta, tentu mudah untuk menghindarinya, misalnya vaksin. Semoga penderita kusta boleh berobat dengan tuntas dan hilangkan stigma dari orang di sekitarnya.
BalasHapussedih banget sebetulnya mendengar stigma negatif masih dirasakan oleh penderita kusta. Bukan hanya soal pendidikan tappi juga perkara jodoh. miris banget kan ya. udah jadi PR kita bersama nih share informasi valid terkait kusta, bahwa kusta bisa sembuh dan gak harus di jauhi.
BalasHapusPenderita kusta berhak mendapatkan pendidikan dan pekerjaan. Mereka perlu makan jangan kucilkan mereka
BalasHapusPenyakit kusta ini masih banyak diderita orang. Semoga para penderita kusta bisa lekas sembuh.
BalasHapusJadi inget, dulu waktu kecil sering dikasih tahu kalau si ini atau itu kena kusta dan saya nggak boleh deket-deket karena takut ketularan.
BalasHapusJadi nambah wawasan tentang seputar penyakit kusta, kasihan juga ya penderita kusta sering mendapat stigma dari masyarakat dan masih sebagian awam masih belum paham tentang penyakit kusta :(
BalasHapusAh iya, masih banyak ya masyarakat yang belum paham akan kusta
BalasHapusMakanya banyak yg memberikan stigma terhadap penyitas kusta
Mba Lis, stigma Kusta memang terlalu kuat ya mba. Banyak yang kemudian akhirnya memutuskan untuk menarik diri. Sosialisasi seperti ini yang dibutuhkan
BalasHapusDan realitanya banyak yang justru mengucilkan pasiennya daripada berusaha membasmi penyakitnya
BalasHapusMereka butuh dukungan bukan teror menyiksa.
Stigma ini tantangannya berat banget ya. Mengubah mindset itu tantangannya lintas zaman, entah itu lepra, kusta maupun penyakit yang disebabkan virus ini. Semoga dengan sosialisasi yang diadakan kbr ini makin membuat orang jadi peka untuk mengubah stigma dan bergotong royong ikut menghilangkan penyakit kusta tersebut.
BalasHapusKalau urusannya udah ke stigma, PR kita banyak dan tantangannya gede ya Teh. Edukasi harus merata sampe ke sudut-sudut Indonesia biar stigmanya bisa diluruskan. Kasian juga kalau sampe dikucilkan begitu karena kusta. Untung sekarang pengobatannya udah lebih memadai
BalasHapus