[Review] Jakarta sudah menjadi
rumah kedua saya setelah Garut. Jakarta bukan kota yang asing buat saya, karena
semenjak kecil sudah sering berkunjung ke ibukota Indonesia ini. Jadi, sewaktu saya
ikut suami yang dinas di Jakarta, saya dengan mudah beradaptasi. Hidup di
Jakarta tidaklah semudah yang orang-orang pikirkan, begitupun dalam hal mencari
pekerjaan. Tapi, tetap saja kota ini disukai orang banyak yang memilih untuk
tinggal dan bekerja.
Hidup di Jakarta, bukan
saja harus belajar mengatur uang, tapi juga mampu bersaing dengan orang-orang
yang lebih berkompeten. Tinggal di Jakarta banyak hal yang bisa dipelajari, dan
sejak tinggal dari tahun 2008, banyak sekali pengalaman berharga yang saya
dapatkan. Semenjak tinggal di Jakarta, terhitung 2 kali saya berkesempatan
mengatur pernikahan yang sangat kental dengan adat betawi.
Mengenal adat betawi
membuat saya semakin bangga dengan Indonesia, yang kaya dengan kebudayaan.
Kalau bicara betawi pasti identik dengan ondel-ondel. Sewaktu kecil, saat ke
Jakarta pasti senang melihat ondel-ondel, sambil makan kerak telor di Mesjid
Akbar yang ada di Kemayoran. Sayangnya saat ini, ondel-ondel perlahan mulai
terlupakan, padahal kebudayaan harus dijaga dan dilestarikan oleh generasi bangsa.
Sekarang ini, sering sekali melihat ondel-ondel di jalanan untuk mengamen,
sedih sekali melihatnya. Di zaman modern, anak-anak sepertinya semakin lupa,
padahal sebagai generasi bangsa harus bisa melestarikan kebudayaan. Penting
sekali meningkatkan kesadaran generasi bangsa, akan kebudayaan di tempat
tinggalnya.
Mengenal kebudayaan Betawi lewat sebuah novel
Di tengah perkembangan
zaman, keinginan untuk belajar kebudayaan tempat tinggalnya sendiri semakin berkurang. Dulu saya pernah bertanya kepada 6 siswa, lebih suka tari modern yang di bawa dari luar atau belajar tari daerah, dan 4 dari 6 orang lebih suka tarian modern, yang lebih kekinian. Sedih memang, tapi itu yang terjadi saat ini. Padahal budaya kelahiran dan tanah air tercinta harus dilestarikan.
Ternyata di tengah perkembangan teknologi yang semakin maju dan berkembang di Indonesia, masih ada loh anak zaman now yang peduli dengan
kebudayaan Betawi, dia adalah Frances Caitlin Tirtaguna yang baru saja memperkenalkan sebuah
Novel “Ondel Ondel Galau” yang rencananya akan rilis bulan April ini. Novel ini isinya mengupas kebudayaan Betawi. Frances adalah seorang remaja berusia 15
tahun, yang lahir di Jakarta. Frances yang merupakan anak kedua, sudah gemar
menulis sejak kecil, dan novel ini menjadi buku keduanya setelah tahun 2014
meluncurkan buku berjudul “Lost in Bali”.
Frances ini sudah
memiliki banyak penghargaan internasional, salah satunya menjadi peringkat ke 5
dalam Deliberative Speech Contest yang
diadakan oleh The Harvard Debate Council
Summer Workshop tahun 2016 di Harvard University. Remaja yang satu ini
selain gemar menulis dan menjadi anak yang berprestasi, Frances juga piawai
memainkan alat musik piano dan berhasil menjadi first winner sekaligus first runner up pada CDE OPEN Piano Competition pada Desember tahun lalu. Dengan beragam prestasi yang telah diraihnya, Frances memiliki keinginan untuk mempromosikan negaranya sendiri dalam sebuah novel. Yang kali ini Frances menceritakan tentang warisan kampung halamannya, yaitu kekayaan budaya Betawi.
Keinginan membuat novel ini, berawal dari keresahannya melihat sepasang ondel-ondel yang terlihat lusuh dan meminta sejumlah uang saat kemacetan Jakarta. membuat Frances untuk mencari tahu tentang Ondel-ondel yang berujung pada kebudayaan Betawi. Frances pun melakukan riset di Perkampungan Kebudayaan Betawi Setu Babakan, yang akhirnya mengemas hasil riset menjadi sebuah novel yang dipadukan dengan kehidupannya sehari-hari.
Saat melakukan riset, Frances bertemu dengan seorang tokoh Betawi Bang Indra Sutisna, yang akhirnya membuat dirinya mengetahui peranan penting Ondel-ondel yang telah ada selama ratusan tahun, yang akhirnya menjadi ikon kota Jakarta. Sayangnya ada beberapa orang yang tidak bertanggung jawab mulai menggunakan ondel-ondel sebagai atraksi jalanan, sehingga menurunkan nilai budaya yang melekat. Banyak sekali harapan dari kehadiran buku ini, salah satunya menjadi pembelajaran bersama, supaya generasi muda tidak makin jauh dari budayanya sendiri, yang membuat Jakarta akan kehilangan jati diri.
Harapan lain dari Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi Bang Yahya Andi Saputra, bahwa selain dibuatkan dalam bentuk cetak, buku ini diharapkan dibuatkan versi hidupnya, agar kebudayaan Betawi bisa lebih menyebar lagi. Dengan cita-cita para tokoh Betawi, tentunya ini sejalan dengan cita-cita Frances yang ingin bukunya bisa memicu keingintahuan anak-anak dan remaja seusianya dalam mengetahui budaya tempat mereka tinggal. Apalagi dengan Ondel-ondel Galau bisa mengenal keberagaman budaya Betawi, karena buku ini perpaduan imajinasi, kreativitas dan idealismenya.
Ondel-ondel Galau
ONDEL ONDEL GALAU
Let's Talk About Betawi Culture
Oleh: Frances Caitlin Tirtaguna
Buku setebal 67 halaman ini menarik dengan mengenalkan beragam kuliner, tarian dan kebudayaan Betawi lainnya. Bahkan dibuka dengan pantun yang sangat khas Betawi, yakni sebagai berikut.
Buah duku, buah papaya
Buah kawista, buah srikaya
Jangan ngaku anak Indonesia
Kalau nggak cinta ame budaya
Cabut paku di pohon kawista,
beli pita di kawi-kawi.
Jangan ngaku orang Jakarta,
kalau nggak cinta budaya Betawi.
Buku yang berisi 10 bab ini, yang terdiri dari hari-hari, yang tentunya mengisahkan tentang perjalananya mengenal keberagaman budaya Betawi. Dalam buku ini juga diisi dengan ilustrasi yang menarik, sehingga membaca menjadi menyenangkan.
Yang menarik dari buku ini, saya benar-benar bisa mengenal kebudayaan Betawi. Selama ini makanan khas yang saya kenal dan sukai adalah Kerak Telor, kue pepe, dan kue putu mayang. Ternyata masih banyak sekali makanan khas Betawi yang belum saya coaba sama sekali. Novel Ondel-ondel Galau menceritakan banyak hal tentang budaya Betawi, di awal saat membaa, buku ini sudah mengenalkan kue-kue tradisional khas Betawi.
Seperti di halaman 9 yang bercerita tentang Kerak Telor. Sebagai makanan yang sangat saya sukai, dalam buku ini juga ada bahan cara membuat kerak telor, kan setelah membaca jadi ingin menikmati kerak telor ya. Di halaman 11 buku ini kita dikenalkan dengan sejarah budaya Betawi. Dimana Betawi berasal dari Batavia, nama Jakarta disebut selama Masa Kolonial. Orang Betawi secara harfiah diterjemahkan menjadi orang dari Batavia dan dikenal sebagai penduduk asli Indonesia Jakarta, campuran komunitas yang beragam budaya etnis terbentuk dari generasi ke generasi oleh orang-orang yang tinggal di dan sekitar Batavia sejak abad ke 17 di bawah koloni Belanda.
Selain mengenal Betawi dari makanan, pakaian, hingga tarian. Di halaman 17 dikenalkan sosok yang sangat kita kenal, yakni Benyamin Sueb yang juga saya kenal lewat sinetron "Si Doel Anak Betawi". Benyamin Sueb salah satu tokoh Betawi yang paling menonjol, lahir di Jakarta 5 Maret 1939. Merupakan aktor terkenal, penyanyi dan komedian yang sudah membintangi lebih dari 50 judul film, dan merilis 46 album. Di buku ini dikisahkan tentang sosok Benyamin Sueb yang menghabiskan masa kecilnya dengan bernyanyi di lingkungan terdekat dalam upaya menghasilkan uang. Dari kerja kerasnya, yang akhirnya membawa kesuksesan, hingga dikenal semua orang.
Semakin penasaran dengan buku ini, karena bisa mengenal budaya Betawi lebih dekat lagi. Novel Ondel-ondel Galau akan rilis bulan April, jadi jangan sampai ketinggalan untuk memiliki buku yang satu ini.
Judul novelnya lucuuu banget sih mba. Budaya Betawi menarik banget yaaa
BalasHapusOndel ondel galau kirain apaan? teryata buku toh. buku yang sangat bermanfaat buat mengenal jakarta yang terus eksis di tengah modernnya kota di berbagai negara. Ondel ondel galau kaya cocok dah dibikinin film dan bahan referensi turis yang mau datang
BalasHapusMenarik sekali novelnya, lebih menarik lagi karena ditulis oleh seorang penulis muda. Sudah lama saya pengen bikin tulisan tentang kebudayaan Betawi, sebagai pendatang saya sangat tertarik dengan serba serbi ttg Betawi. Semoga bisa dapat kesempatan riset seperti ini. Nice review Mbak.
BalasHapuskirain yg nulis budayawan betawi kayak ridwan saidi, ternyata remaja berumur 15 tahun ya, jarang2 ada remaja menulis soal budaya betawi, salut sama frances
BalasHapusWaaah, jadi kepingin baca langsung novel ini...
BalasHapusmenurut saya ondel-ondel itu mashyur dan berkelas sebenarnya, karena tentusaja terkait dengana adat, budaya dan nilai history yang melekat padanya,
BalasHapuscuma sayangnya ondel-ondel yang sering lewat di jalan dekat kosan saya daerah Rawamangun menurunkan "nilai" ondel-ondel itu sendiri.
Mereka menggunakan semacam grobak yang diatasnya ada semacam sound system, lalu memutar musik yang beragam.
Diiringi dengan ondel-ondel yang kotor dan sudah lusuh, ada beberapa anak membawa ember kecil, meminta uang kepada orang2 disekitar.
Sangat disayangkan sebenarnya. Saya ingin ondel-ondel itu seperti barongsai mbak, bisa kita lihat brongsai hadir diacara2 khusus saja, dan sehingga pandangan kita terhadap barongsai benilai tinggi.
keren dan judulnya bikin unik dan penasaran
BalasHapusYang nulis remaja ini..Keren! Seusia ini peduli dengan budaya bangsa sendiri..Semoga semangatnya tertular pada anak Indonesia lainnya :)
BalasHapussisi menarik dari budaya betawi yaitu ondel-ondel.anak sekecil itu udah tertarik sama sebuah budaya betawi. hampir tidak ada lho penulis yg bercerita ttg budaya betawi. pengen banget deh baca bukunya.
BalasHapus