![]() |
Photo by Pixabay.com |
[Content Partner] Tingginya tidak lebih dari 3000 mdpl (meter
di atas permukaan laut), hanya 2443 mdpl. Namun, meremehkan Ijen seperti yang
saya lakukan adalah perbuatan salah besar. Bagi para pendaki, Ijen merupakan
salah satu gunung yang dianggap tidak membutuhkan kerja keras untuk sampai ke
puncaknya. Bisa didaki dalam hitungan jam dan tidak perlu membawa alat bantu
daki. Beberapa tulisan yang saya baca juga mengatakan, ini adalah salah satu
gunung yang tepat untuk para pendaki pemula. Selain ketinggiannya yang masuk dalam
kategori rendah, jalur yang terbuka lebar dan jelas jadi alasan Gunung Ijen
ditetapkan sebagai gunungnya para pemula.
Tepat tengah malam kalau tidak salah,
waktu itu hari Kamis saya bersama dengan orang kolega sampai di Pelabuhan
Ketapang, Banyuwangi setelah berkelana di Lombok selama 4 hari. Dengan kondisi
badan yang sedikit letih karena menggunakan transportasi motor untuk
berkeliling, kami turun dari kapal dengan jalan yang sedikit sempoyongan. Aroma
laut, bisingnya kendaraan, benturan besi antara kapal dan dermaga, dan angin
yang berhembus perlahan mengiringi kami ke pintu keluar. Sejujurnya, kami belum
tahu apa yang akan kami lakukan selanjutnya. Informasi seputar transportasi
dari Pelabuhan Ketapang masih samar-samar dalam bayangan kami. Terlebih lagi,
hari akan berganti menjadi Jumat yang berarti hari libur para pegiat penambang
belerang Ijen. Ya, satu-satunya informasi yang kami ketahui.
Sekadar informasi, selain destinasi tujuan
wisata berbagai jenis traveler, Ijen juga dijadikan sumber penghasilan bagi
masyarakat sekitar. Belerang ditambang dan dijadikan berbagai produk yang bisa
digunakan kembali dan sebagian dijual sebagai cinderamata untuk para traveler.
Namun, dari 7 hari, Jumat ditentukan sebagai hari libur untuk kegiatan
menambang belerang. Tidak ada truk pengangkut belerang miliki PT Candi Ngrimbi
yang beroperasi, itu berarti akses menuju Gunung Ijen akan semakin sulit untuk
para backpacker. Kenapa? Karena biasanya truk belerang yang akan berangkat
menuju Paltuding biasa digunakan sebagai transportasi dengan biaya yang cukup
murah yakni Rp. 5000. Kami pun harus mencarter mobil dengan 2 wanita Perancis yang
kami temui di Stasiun Karang Asem.
Paltidung, Gerbang Utama Gunung Ijen
![]() |
Photo by Traveloka |
Satu jam perjalanan dengan menggunakan
mobil carteran, kami sampai di Paltuding, titik awal pendakian menuju Kawah
Ijen. Kira-kira, kami sampai pukul 02.00 WIB dini hari. Ratusan mungkin ribuan
pendaki sudah terlihat bersiap mendaki. Tempat ini cukup tertata rapih. Ada
parkiran luas yang juga digunakan sebagai lokasi mendirikan tenda. Beberapa
unit toilet berdinding kayu selalu ramai antrian. Satu-satunya pintu masuk yang
berjarak sekitar 100 meter dari kantor Dinas Kehutanan dijaga ketat oleh
petugas dan TNI – mungkin karena waktu itu masih dalam suasana Lebaran.
Berbeda dengan kebanyakan gunung lainnya,
Gunung Ijen sudah memiliki jalur yang cukup jelas dan lebar. Bentangannya
kira-kira sekitar 3 - 4 meter, dengan tekstur tanah yang bergelombang dan
dipagari pepohonan seperti pinus. Dengan kemiringan jalur mencapai 30 - 50
derajat, jalur Gunung Ijen bisa dibilang susah-susah gampang. Bagi para pendaki
yang sudah sering berwisata ke gunung, medannya akan terlihat sangat mudah,
tapi tidak bagi pendaki pemula seperti saya. Gunung yang masuk kategori untuk
pemula ini memiliki jalur yang cukup berat - seberat ujian fisik saat seleksi
masuk Polisi atau TNI. Paha, lutut, pergelangan kaki, dan punggung memainkan
peran yang sangat vital saat pendakian.
Baca juga: Wisata alam di Garut
Api Biru Kawah Ijen
Gelap masih menjadi latar yang paling
dominan ketika saya sampai di puncak, tepat di pinggir Kawah Ijen dengan
kedalaman 200 meter. Belum ada lansekap menawan yang bisa saya lihat dari atas,
selain senter para pendaki yang naik turun kawah dan pendaran jutaan bintang
di langit yang jarang saya temui di belahan Jawa bagian barat. Sementara
melihat para pendaki naik dan turun ke dalam kawah, saya masih sibuk dengan
napas yang tersengal-sengal. Angin dan suhu yang begitu dingin juga semakin
parah. Tak ada pilihan lain, selain berlindung di dalam kawah dengan menyusuri
batu yang disusun menyerupai tangga.
Tiga puluh menit turun sampai berada di
lokasi yang tepat untuk mengambil gambar api biru, bau menyengat belerang ikut
berkontribusi mengacaukan kondisi tubuh. Dalam pikiran saya masih tidak percaya
kalau para penambang belerang ini kuat kembali beberapa kali dengan modal kain
sebagai maskernya. Tidak ada dataran rata di bawah sana. Batuan berserakan ini
adalah hasil letusan yang pernah terjadi terakhir kali, kira-kira sekitar tahun
1999 silam. Api biru tepat di depan saya, kira-kira berjarak sekitar 100 meter
dengan kobaran api yang tidak pernah padam. Rasa penasaran bahkan membuat
wisatawan berlaku nekat dengan menaiki tebing hingga berjarak sangat dekat
dengan api biru. Berbahaya. Segera beberapa orang petugas patroli memberikan
mereka peringatan dengan peluit dan makian beberapa kali. “Sudah gila kalian.
Mau mati konyol?” kira-kira seperti itulah teriakkan yang saya dengar dari
jauh.
![]() |
Sumber: www.pixabay.com |
Namun sebenarnya api biru yang berada di
Kawah Ijen ini bukanlah api yang biasanya kalian lihat. Bentuknya yang
berkobar-kobar dengan warna biru perrsis seperti yang muncul pada kompor Anda
ternyata adalah sebuah fenomena alam yang masih belum diketahui banyak
wisatawan. ‘Api biru’ Ijen ini merupakan sebuah reaksi kimia yang berasal dari
gas belerang yang keluar dari perut bumi lalu bergesekan dengan udara pada suhu
tertentu. Gesekan gas belerang dan suhu udara inilah yang kemudian menghasilkan
bentuk seperti api yang dikenal sebagai api biru.
Rayuan Danau Asam
Dari bawah kawah, jalur turun dari puncak
terlihat sangat menyeramkan, sekaligus mengagumkan. Seketika, nyali saya ciut
membayangkan bagaimana gunung berapi ini meletus dengan lahar panas
menghancurkan segalanya, termasuk batu-batu besar. Hasil letusan tahun 1999
silam sepertinya cukup dahsyat, batu-batu besar yang menempel di dinding kawah
seakan-akan ingin jatuh. Bayangkan berapa ton beratnya dan apa yang akan
terjadi kalau itu semua runtuh ketika saya berada di bawah. Sementara di bagian
bibir kawah, guratan-guratan seperti akar begitu mencolok dalam ruang bidik
kamera saya. Asumsi saya, guratan ini terjadi akibat dilalui lahar yang tumpah
dari dalam kawah. Warnaya hitam bercampur abu dengan tekstur yang keras seperti
batu. Guratan ini tersebar di setiap sudut bibir kawah yang diameternya
mencapai 6 kilometer. Ya, inilah kawah kaldera terbesar yang berada di Pulau
Jawa.
Banyak yang mengira bahwa pijaran api biru
itu adalah pusat dari Gunung Ijen. Mereka salah. Ternyata, api biru bukanlah
pusat kawah Gunung Ijen. Di sebelah tak begitu jauh dari sini terdapat
danau berwarna pirus yang tergolong lansekap menawan daripada menyeramkan.
Inilah kawah inti Gunung Ijen. Tampak tenang dan menggoda untuk berenang di
dalamnya, memang. Tapi, air yang berada dalam kaldera ini ternyata mengandung
asam dengan kadar yang mampu melelehkan bagian tubuh manusia.
Di balik asap belerang yang mengepul,
sumber api biru yang mengagumkan, dan pekatnya asam di danaunya, Kawah Ijen
menjadi sumber penghasilan para penduduk sekitar yang berprofesi menjadi penambang
belerang. Setiap hari, kecuali Jumat, aktivitas Kawah Ijen akan ramai dengan
para penambang yang bisa menggotong 30 - 40 kilo belerang dalam keranjang
anyaman. Hasil tambangan sebagian besar disetorkan pada PT Candi Ngrimbi dan
sedikit bagian dijual kepada pengunjung dengan harga Rp 5 ribu.
Cara Anda Kesana
Pesawat
Anda berada tinggal di luar pulau Jawa dan
ingin menikmati pesona Gunung Ijen, tak ada transportasi yang lebih tepat
selain pesawat. Anda cukup mencari tiket pesawat online yang
memiliki range harga berbeda-beda tiap maskpai dan kelasnya ke Surabaya.
Sesampainya disana, Anda bisa mencari kereta dari Stasiun Pasar Turi untuk tiba
di Banyuwangi.
Kereta
Bagi para backpacker, kereta menjadi opsi
yang paling pas dan nyaman dibandingkan dengan jenis transportasi lainnya. Dari
arah Jakarta, Anda bisa mengambil jadwal kereta tujuan Yogyakarta. Usahakan
sampai dini hari sekitar jam 4 atau 5. Kereta Sri Tanjung jurusan Yogyakarta
(Lempuyangan) Karang Asem (Banyuwangi) berangkat pukul 07.15 dengan tarif
Rp94 ribu. Dengan ongkos ojek antara Rp10 - 20 ribu, tujuan Anda selanjutnya
adalah Kecamatan Licin. Dari sinilah Anda bisa sampai ke Ijen dengan menumpang
truk belerang dengan ongkos Rp5 ribu.
Bus
Dari arah Surabaya, naiklah bus arah Bali dan turun di Pelabuhan Ketapang dengan tarif sekitar 140 sampai dengan 160 ribu. Lalu, lanjutkan perjalanan ke Stasiun Karang Asem dengan taksi. Kisaran tarifnya Rp. 75 ribu. Selanjutnya, naiklah ojek ke arah Kecamatan licin seperti di atas.
Baca juga: Bermain air
waw indah banget ya kawah ijen. kebayang dijarak dekat bau belerangnya gimana. warnanya cantik banget.transportasi kesana juga gak begitu susah ya mba. hehehe
BalasHapusIya cakep bener ya
HapusIjen memang salah satu obyek most wanted kalau ke Banyuwangi ya mbak,pengen kesana tapi takut nggak kuat naiknya, hehehe.
BalasHapusKesana yuuuk
Hapussudah cukup sering mendengar keindahan kawah ijen, semoga suatu saat bisa jalan ke sana
BalasHapusWaahhh asyik banget, dulu rencana mau ke sana tapi malah di cancel.. malah ke kawah wurung...
BalasHapusDuh, aku ada rencana ke Kawah Ijen, mesti latihan fisik dulu ya mba. Biar kuat mendaki. Pemula sih.
BalasHapusPingin banget ke Ijen juga nih teh Lis.. Udah ngimpi liat blue fire ituu.. :D Noted berarti lebih baik jangan Jumat ya ke sananya..
BalasHapus